Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi
Abdurrahman Wahid
Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi
KATA PENGANTAR: DR. M. SYAFI’I ANWAR
Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi Abdurrahman Wahid Kata Pengantar: M. Syafi’i Anwar Penyelaras Akhir: Ahmad Suaedy Rumadi Gamal Ferdhi Agus Maftuh Abegebriel Rancang Sampul: M. Novi Widhi Cahya Setting/Layout: M. Isnaeni “Amax’s” Hanung Seto xxxvi + 412 halaman: 15,5 x 23,5 cm ISBN 979 - 98737- 0 – 3 Cetakan I : Agustus 2006 Diterbitkan oleh:
Jl. Taman Amir Hamzah No. 8 Jakarta 10320, Indonesia Telp. : +62-21-3928233 Fax : +62-21-3928250 Email :
[email protected] Website : www.wahidinstitute.org
Pengantar Redaksi
B
ahwa “Tuhan tidak perlu dibela”, itu sudah dinyata kan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam suatu tulisannya yang kemudian menjadi judul salah satu buku kumpulan karangannya yang diterbitkan bebe rapa tahun lalu. Tapi, bagaimana dengan umat-Nya atau manu sia pada umumnya? “Merekalah yang sebenarnya justru perlu dibela” ketika mereka menuai ancaman atau mengalami ketertindasan dalam seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Konsekuensi dari pembelaan, adalah kritik, dan ter kadang terpaksa harus mengecam, jika sudah melewati ambang toleransi. “Pembelaan”, itulah kata kunci dalam esai-esai kumpul an tulisan Abdurrahman Wahid kali ini. Maka, bisa dikatakan, esai-esai ini berangkat dari perspektif korban, dalam hampir se mua kasus yang dibahas. Wahid tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, et nis, warna kulit, posisi sosial, agama apapun untuk melakukan nya. Bahkan, Wahid tidak ragu untuk mengorbankan image sen diri—sesuatu yang seringkali menjadi barang mahal bagi mereka yang merasa sebagai politisi terkemuka— untuk membela korban yang memang perlu dibela. Maka orang sering terkecoh bahwa seolah Wahid sedang mencari muka ketika harus mengorbankan dirinya sendiri. Munculnya tuduhan sebagai ketua ketoprak, kle nik, neo-PKI, dibaptis masuk Kristen, kafir, murtad, agen Zionis Yahudi dan sebagainya, tidak akan menjadi beban bagi dirinya ketika harus membela korban. g vii h
Islamku islam anda islam kita
Bahkan jika dia sendiri yang jadi korban, tidak akan ragu juga untuk memperjuangkannya, seperti kasus diskriminasi yang dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam pe milihan presiden 2004. Hanya untuk tidak meloloskan dia men jadi calon presiden, KPU merekayasa sebuah aturan yang aneh bin diskriminatif dengan melanggar UUD 45 dan perundanganundangan yang ada, yang di masa depan yang panjang, mung kin baru akan terasa bahwa hal itu akan menjadi problem besar bangsa Indonesia untuk menegakkan demokrasi dan kedaulatan hukum. Meskipun ia selama ini selalu menjadi pembela orang lain, ia tidak ambil pusing –ketika dirinya menjadi korban, tak ada yang membantu atau membelanya. Wahid dalam esai-esainya ini melakukan pembelaan mulai dari Inul Daratista yang dikeroyok oleh para seniman terkemu ka di Jakarta dengan alasan agama, Ulil Abshar Abdalla aktivis Islam Liberal yang divonis hukuman mati juga dengan alasan agama Islam oleh para ulama terkemuka, sampai ancaman un tuk menutup pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Solo oleh polisi, meskipun ia tetap mengkritik pandangan Abu Bakar Ba'asyir dan pengikutnya. Wahid juga melakukan pembelaan terhadap rakyat Irak dan Saddam Hussein dalam berhadapan dengan kejahatann Presiden Amerika Serikat George W. Bush Jr., rakyat Palestina yang terus menerus menjadi bulan-bulanan Israel, serta rakyat tertindas di negara-negara berkembang atas dominasi kapitalis dunia dalam globalisasi. Dan tentu saja, rakyat kec